Cherry Wine
SunaOsa/OsaSuna AU
⚠ domestic abuse , mention of physical abuse , violence , hurt , angst , toxic relationship , blood , bruises
Suna menatap pergelangan tangannya yang membiru. Tangan kanannya perlahan menyibak poni belahnya. Ia menatap pantulan di depan. Nampak jelas dahi kanannya membiru. Kemudian tangannya perlahan turun dan mengusap ujung bibir yang robek, menciptakan warna merah gelap. Kini tubuhnya bagai kanvas yang dipenuhi oleh cat biru keunguan serta merah. Mahakarya pilu.
Mahakarya yang diciptakan oleh sang kekasih. Hampir setiap hari dipolesnya tubuh bagai kanvas dengan pukulan. Setiap kepalan yang menyentuh kulit pucat sang pemuda membentuk bekas keunguan. Sundutan gulungan tembakau pun nampak jelas di lengannya, membentuk warna merah yang memadu dengan kulit. Setiap kali telapak sang kekasih menyentuh bibir manis Suna, perlahan cairan merah mengalir. Merah mengalir bagai wine ceri yang dituang dalam gelas.
Suna Rintarō, pemuda malang. Tidak, ia tidak menganggap dirinya malang. Bagaimana bisa ia menyebutnya malang, bila ini semua dilakukan atas dasar cinta.
Manik abu-abu cerah sang pemuda terus menelusur pantulan di cermin. Sambil terus memandang luka-luka yang terus memenuhi tubuhnya, pikirannya diajak bernostalgia kembali ke masa lalu.
Ia ingat betul bagaimana ketika si kembar sudah berkelahi. Bagaimana mereka saling pukul dan tendang. Ia sangat ingat, bagaimana Osamu begitu brutal saat memberikan tanda kebiruan di wajah saudara kembarnya. Osamu yang tersulut amarah, Osamu yang tempramental, adalah Osamu yang mengerikan.
Itu yang terus terekam di ingatan Rintarō. Malangnya, tabiat buruk Osamu tidak berubah, sekalipun mereka telah menjalin kasih empat tahun lamanya.
“Rin,” satu kata yang berhasil membuat tegak bulu roma sang empu nama. Merasa dipanggil, Suna dengan cepat membalik tubuhnya. Di depannya berdiri sang kekasih. Tatapannya entah sulit ditebak—antara tersirat kesedihan, kekhawatiran, dan amarah, seakan menjadi satu dan terpantul di kedua manik Osamu.
“Sam-”
“Aku cari kamu dari tadi, Rin,” Rintaro menelan ludah. Kedua telapak tangannya dingin dan berkeringat.
Detik berikutnya Osamu membawa langkahnya mendekat menuju sosok yang dicari.
“Gawat, Samu akan-”
Dugaannya salah. Osamu bergelayut manja di pundak Rintaro.
“Ternyata kamu di sini. Aku kira kamu pergi.” Osamu memeluk sang kekasih dari belakang.
“Aku sayang Rin. Jangan tinggalin Samu.” kata-kata yang selalu mencekik Rintaro.
Ini salah, namun Rintaro menyukainya. Bila tubuhnya yang terus rusak adalah ganjaran yang harus didapat, ia tetap menerima Osamu dalam hidupnya. Akan dan selalu.
15/12/'20