No. 1 Dad(s);
Bagian 1: Terpana
cw // food , manga references , ooc
Suna menaruh ponsel pintarnya ke saku baggy pants hitam yang ia kenakan. Setelah itu ia melangkah masuk menuju meja pemesanan.
Ya, si middle blocker telah tiba di tujuan—Onigiri Miya—dan ia terheran dengan keramaian yang ada. Ia memang sudah diwanti bahwa resto tersebut selalu ramai namun ia tetap saja heran. Ia semakin penasaran senikmat apa makanan yang disuguhkan di tempat ini.
Suna pun mengantre untuk memesan. Satu persatu langkah ia semakin maju menuju meja pemesanan. Voila, sekarang tibalah giliran Suna. Ia sekarang berada di meja pemesanan, berhadapan langsung dengan sang penjaga.
“Selamat malam! Ada yang bisa saya bantu?” ucap lelaki di meja pemesanan sambil memberikan senyum ramah.
“Uh.. Anu.. Maksudku.. Apa yang paling laku di sini?”
“Negitoro akhir-akhir ini banyak dipesan.”
“Ya, aku mau itu.”
“Baiklah, silakan tunggu di meja Anda.” si penjaga dengan surai legam pun memberikan nomor meja. 11, itu nomor mejanya.
Setelah melakukan pembayaran, Suna lekas mencari tempat yang kosong untuk ia makan. Setelah dapat ia pun mendudukan diri dan meletakan nomor mejanya.
Kurang lebih lima menit berlalu hingga negitoro pesanannya sampai meja. Lekas ia menikmati semangkuk negitoro yang telah dipesan. Samar-samar kepulan uap dari nasi menghiasi mangkuk. Gigitan pertama bagaikan ledakan rasa yang memukau. Sangat nikmat, lidah Suna jatuh cinta dibuatnya. Dari rasa turun ke hati, begitu kata orang. Pada gigitan pertama itu juga ia dibawa pulang ke rumah. Lidahnya langsung mengasosiasikan pada masakan sang ibunda. Ia langsung bernostalgia dalam bahagia.
Sembari mengunyah makanan kedua matanya asik mengamati sekeliling. Interior sederhana yang membuatnya merasakan rumah—nyaman, sederhana, dan selalu membuatmu kembali. Tak heran mengapa tempat ini ramai dan membuat orang betah berlama-lama.
Waktu terus berlalu, semangkuk negitoro telah ludes masuk ke pencernaan sang atlet, namun ia enggan beranjak. Ia sedang asik mencuri pandang sosok di balik meja pemesanan.
Ajang curi pandang berubah menjadi pengamatan intens. Ia mengamati dari atas sampai bawah sosok di balik meja pemesanan. Topi hitam yang menghiasi kepalanya dengan surai hitam di bawahnya. Kemudian, turun ke bawah, mengamati alis tebal di atas dua netranya. Wajah porselen yang kokoh dan manis. Senyum manis lelaki itu pun tak luput dari pengamatan Suna.
Pukul delapan lebih seperempat, Onigiri Miya sudah mulai lenggang. Tak lama kemudian, Rintarō beranjak dan berjalan menuju sosok yang diamati tadi. Kakinya berhenti melangkah ketika ia berada di depan sosok tersebut. Bersekat meja dan etalase Suna pun mengangkat suara.
“Uh, aku mau bilang, makanan di sini enak aku tidak bohong. Pelayanan di sini juga bagus.” ucap Suna dengan lugas. Ucapan sang middle blocker menerbitkan senyum lebar di wajah lelaki di depannya.
“Terima kasih atas pujian dan masukannya! Datanglah lain kali!” nada bahagia mampu terdengar dari ucapan lelaki tersebut. Deretan gigi masih terpampang di wajahnya saat Suna berjalan meninggalkan kedai.
***