Obake
⚠ 2k words, ghost, haunted house walkthrough, curse words, VBC bullying Atsumu, probably typo(s) Enjoy!
Di ujung pintu masuk mall nampak jambul kuning dan abu-abu muncul. Tak salah, itu adalah si kembar yang tengah menunjukkan batang hidungnya. Sontak kehadiran keduanya membuat sekelompok jejaka muda dari klub voli Inarizaki yang menunggu di dekat pintu masuk langsung melongo. Serempak Akagi dan Aran membulatkan mata ketika Miya Atsumu menampakkan wujud di hadapan anggota VBC. Osamu hanya bisa nyengir kuda di samping kembarannya yang jadi sumber perhatian di antara anak-anak. Suna yang telah bersiap dari tadi di tempat pun susah payah menahan tawanya agar tidak lepas. pasalnya, Miya Atsumu yang semalam bersikeras menolak untuk ikut ke Obake kini menjilat ludahnya. Terlebih perangai Atsumu hari ini cukup kacau. Nampak jelas gelagat tidak nyaman. Sosok yang menyadari hal tersebut dengan mudah adalah sang Kapten, Kita Shinsuke, namun ia memilih diam sebagai opsi aman.
“Lo katanya ga mau ikut, Tsum?” ceplos Suna Rintaro melihat Atsumu di hadapannya. Nadanya sangat menyindir dan bercanda, sangat khas Suna Rintaro.
“Ha? Lo mau gue pulang sekarang? Oke kalo itu mau lo.” Atsumu senewen mendengarnya. Ia sudah siap berbalik dan meninggalkan tempat. Namun langkahnya terinterupsi ketika kapten club voli SMA-nya angkat suara.
“Atsumu mau ke mana?” Sontak Atsumu langsung mengarahkan perhatiannya pada sosok yang memanggilnya.
“Suna, lo ga boleh gitu lagi. Kalau Atsumu memang mau gabung dan datang ya udah, dihargai.” lanjut Kita Shinsuke. Atsumu mengangkat kedua alis tebalnya begitu sang Kapten yang kelewat blunt itu memberikan Suna wejangan. Seketika Suna cengo dan mati kutu dibuatnya. Dalam hati Atsumu merasakan kemenangan kecil.
Kesenangan kecil dalam hatinya ternyata hanya bertahan sepersekian detik. Kini rasa tremor dan panik kecil menggerayangi sekujur tubuh Atsumu lagi. Pasalnya Aran kini mulai angkat suara.
“Berapa orang nih yang masuk Obake?” Suna pun kemudian mulai menghitung diikuti Osamu setelah Aran berucap.
“Cuma ada Kak Kita, Bang Akagi, Bang Aran, Ginjima, Suna, sama Atsumu.” lapor Osamu.
“Iya cuma ada tujuh. Ini yakin ga ada yang datang lagi?” lanjut Suna menimpali Osamu.
“Ini udah jam dua belas kurang lima belas. Di grup juga sepi dan ga ada tanda-tanda nambah orang. Masih mau nunggu?” sang kapten lagi-lagi menengahi.
“Iya mending langsung beli tiket ga sih? Ketimbang capek nunggu.” Ginjima menumpahkan ide.
“Iya gue tadi juga udah tanyain di grup juga pada bilang ga mau, sisanya diem bae.” Akagi menimpali sambil mengecek ponsel hitamnya.
“Ya udah kalau gitu langsung aja, keburu antrinya makin panjang.” ucap Aran.
***
Sebelum benar-benar mengantre di depan Obake setelah tiket dipegang oleh masing-masing, mereka terlebih dahulu diberikan gelang kertas di setiap pergelangan. Mereka pun diminta untuk berbaris dua baris. Secara otomatis tanpa diminta para bujang pemain voli ini langsung berbaris. Dengan formasi demikian, sungguh apes Atsumu berada di sebelah Osamu dan Suna tepat di belakangnya. Osamu dan Suna tak hentinya saling melempar tawa kecil dan menggoda Miya Atsumu. Kesabaran Atsumu benar-benar diuji.
Saat ini sepertinya adalah hari buntungnya. Namun bila dipikir kembali ini sudah pilihannya untuk datang. Semalam dengan bujukan dahsyat saudara kembarnya Atsumu akhirnya ia datang. Ini semua dilakukan demi melihat kapten club voli-nya.
Memang kaptennya ini sungguh sempurna di mata Miya Atsumu. Seluruh hidupnya sangat tertata. Aura tegas dan wibawanya pun akan sangat terasa sekalipun dari radius lima kilometer. Tidak ada celah bagi Miya Atsumu untuk mencari kekurangan Kita Shinsuke si kapten. Benaknya pun mengawang, barangkali memang benar adanya bila Kita Shinsuke diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Sungguh sempurna dan tak tercela.
Lamunan Atsumu pada manusia di depannya—Kita Shinsuke—pun langsung buyar ketika sebuah suara menginterupsi.
“Lo ga lupa kan Tsum plan-nya?” ucap Osamu sambil menggedikan alias menaik turunkan alis kedua tebalnya.
“Kaga lah. Udah gue belain kesini juga.” jawab Atsumu sambil dengan nada senewen.
“Hah apaan? Rencana apa? Kok gue ga tau dah.”
“Lo sok asik banget sih, Sun.” cepat-cepat Miya pirang langsung menimpali Suna yang ikut nyerocos. Osamu kemudian tertawa.
“Pokoknya Sun, gue minta tolong. Lo dokumentasiin setiap kejadian. Bakalan ada yang seru. Mungkin bakal ada yang OOC. Lo tau kan siapa?” jelas Osamu sambil mengedip-kedipkan matanya memberi isyarat.
Suna tak mengerti siapa yang dimaksud oleh Osamu. Gesturnya sungguh terbaca dari raut mukanya. Osamu menarik napas membaca raut muka tak paham di wajah Suna Rintaro.
“Kita-san…” Osamu pun berbisik kemudian. Setelahnya Suna pun langsung manggut-manggut paham dan tersenyum nista. “Sama Tsumu juga lo dokumentasiin aja. Aib semua entar.” lanjut Osamu sambil tertawa puas kemudian.
Beberapa waktu berlalu, pula barisan semakin maju. Suhu si Miya Kuning tengah panas dingin. Tiket telah diserahkan pada penjaga, gelang tanda siap masuk pun telah terlilit di pergelangan tangannya. Kini ia pun juga tengah berbaris menunggu giliran untuk masuk.
Keringat sebesar biji jagung pun mulai keluar dari pelipis Atsumu. Degup jantungnya semakin berantakan ketika telinganya menangkap suara jeritan dari dalam Obake. Kedua telapak tangan dan kakinya pun langsung terasa dingin. Atsumu benar-benar merasa ingin menyerah ditempat saja. Namun ia tak mau membuang harga dirinya juga rencana dan siasat emas yang telah ia buat. Lebih-lebih, menyerah saat ini terdengar seperti sia-sia. Pasalnya hanya tinggal satu langkah rombongan VBC akan masuk Obake. Benar-benar kepalang tanggung.
Waktu terus berjalan, baris Atsumu semakin maju. Jantungnya semakin berlonjak ingin lari dari tempatnya. Atsumu benar-benar berdoa dalam hati agar celana denimnya tidak basah dan hangat tanpa sadar. Bisa kacau kalau hal tersebut terjadi.
“Ini satu rombongan?” Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan tremor Atsumu. Seorang petugas bertanya pada rombongan Inarizaki VBC.
“Iya, bang!” jawab Ginjima lengkap dengan acungan jempol dan senyum empat lima.
“Baik kakak-kakak, bisa dilihat term and conditions di papan depan tadi? Jika belum bisa dilihat lagi di sini,” Seorang petugas dengan kumis tipis menjelaskan satu demi satu setiap poin yang ada di papan.
“Oke lampunya udah nyala, kakak-kakak rombongan ini bisa masuk. Lebih bagus kalo bisa jalan dua-dua.” ucap staf berkumis tipis sambil memberikan senyum ramah tamah.
Sesuai dengan instruksi para bujang pemain voli Inarizaki langsung melangkahkan kaki ke depan. Suasana gelap dengan efek dramatis dari lampu-lampu merah yang temaram menyambut penglihatan. Kesan menyeramkan pun coba dihadirkan dengan asap-asap dari dry ice memenuhi lantai ruangan.
Rombongan Inarizaki ini terus berjalan menyusuri lorong gelap dengan tema interior bergaya Jepang. Posisi mereka masih sama (baca: tidak jauh berbeda) seperti saat masuk. Aran, Akagi, dan Ginjima masih di depan. Sela jarak sedikit di belakang Ginjima ada si surai monokrom Kita Shinsuke. Kemudian di belakangnya persis mengekor Miya Atsumu yang berjalan sejajar dengan saudara kembarnya. Di belakang si kembar Suna berjalan lengkap dengan ponsel di genggamannya yang siap siaga menangkap momen memalukan yang akan terjadi. Namun dengan catatan, Miya Atsumu dan kapten tim volinya adalah sasaran utama.
Ketika mereka semakin kedalam, Atsumu semakin ngeri dibuatnya. Atsumu memegang pundak manusia di depannya yang tak lain dan tak bukan adalah kaptennya. Sudah kepalang takut, pikirannya berkabut, Atsumu tak memikirkan apapun selain mencari aman walau jiwanya mengkerut.
Niat awal mencari kelemahan Kita Shinsuke, kini sepertinya berbalik menjadi senjata makan tuan. Atsumu tak sempat mencari kelemahan si 'tuan sempurna' Kita Shinsuke. Dirinya sedang sibuk melawan ketakutan yang kian menjadi.
Shinsuke pun hanya diam saja menerima perlakuan Atsumu yang tiba-tiba dan barangkali tidak sopan. Pasalnya Miya Atsumu dengan spontan memegang pundak dan punggung Shinsuke tanpa ijin. Namun Kita sepertinya enggan untuk memberikan ceramah atau penolakan dan sejenisnya.
Rombongan terus berjalan. Tanpa sadar Aran, Akagi, dan Ginjima semakin berjarak mendahului, begitu pula dengan Osamu dan Suna yang semakin menjauh ke belakang. Kini posisi mereka sedikit berpencar, terpaut dengan jarak. Yang konstan adalah posisi Atsumu yang mengekor di belakang Shinsuke. Ia tak peduli dengan yang lain, yang dipikirannya kali ini hanyalah melihat reaksi Shinsuke dan cepat-cepat keluar.
Selama perjalanan, mereka dikejutkan dengan suara-suara tawa perempuan tanpa wujud. Ketakutan Atsumu semakin menjadi-jadi, namun ia pasrahkan kedua kakinya untuk terus berjalan. Lorong, yang berliuk-liuk dalam Obake terasa panjang dan tak berujung. Atsumu terus berkomat-kamit membawa langkahnya, tak lupa tangannya terus berpegang pada pundak sang kapten yang begitu ia segani.
Entah angin dari mana, Atsumu akhirnya tersadar. “Kak, maaf ya pegang-pegang. Atsumu takut, boleh pegangan, ga?” ucapan polos keluar dari mulut Atsumu yang bergetar.
“Iya ga apa, Atsumu.” ucap Kita biasa seakan bukan masalah besar. Atsumu pun seperti mendapat afirmasi, kemudian beralih meraih lengan kanan milik Kita. Ia pegang lengan itu seolah menggandeng. Atsumu benar-benar seperti bayi dengan posisi yang masih mengekor Kita.
Mereka kemudian tetap berjalan menyusuri lorong dan melewati tirai hitam. Dengan tiba-tiba dikejutkanlah mereka dengan kehadiran sosok pucat berambut panjang yang muncul dari balik tembok di samping ketika Atsumu dan Kita melewati tirai hitam. Atsumu spontan langsung menjerit dengan tidak eloknya dan menangkup lengan Kita bagai bayi koala.
Cepat-cepat kemudian Atsumu menundukan kepala dan membawa langkahnya setengah berlari. Posisi Atsumu kini berjalan tergopoh-gopoh sambil menangkup lengan Kita Shinsuke. Detik kemudian Atsumu mendengar suara teriakan yang kemungkinan besar adalah suara Aran dan lainnya. Jantung Atsumu semakin memompa adrenalin dan mengawang: kejadian apa yang terjadi di depan?
Atsumu terus menundukkan kepala sambil komat-kamit dengan latah. Tentu saja nadanya sangat pasrah dan terdengar berisik, karena ia Miya Atsumu. Miya pirang semakin mengeratkan pelukannya pada lengan sang kapten. Namun lagi, tak ada bantahan barang satu kata pun dari Kita Shinsuke.
Waa! Sosok bertopeng iblis lengkap dengan rambut-rambut berantakan muncul tanpa permisi di hadapan keduanya. Atsumu semakin menjadi dibuatnya. Ia langsung menangkup seluruh badan kaptennya. Ia tundukkan kepala hingga dahinya menyentuh bahu si kapten, kemudian berteriaklah ia sekencang-kencangnya.
“KAAAKKK TOLONG SINGKIRIN DEMITNYA GUA TAKUT DEMI ALEK!!” Atsumu kalang kabut. Ia masi belum berani menegakkan kepala.
“Ayo, jalan aja terus.” Kita pun membawa dirinya dan Atsumu terus berjalan meski susah payah. Pasalnya perbandingan ukuran badan Atsumu dan dirinya berbeda—Atsumu lebih besar darinya—maka ia perlu mengeluarkan tenaga untuk berjalan maju.
Lagi-lagi di tengah Shinsuke yang susah payah berjalan dengan Atsumu yang bergelayut memeluknya kaku sambil tertunduk di bahunya. Napasnya tersengal-sengal masih dengan komat-kamit ketakutan. Shinsuke pun kemudian meraih lengan kanan Atsumu yang memeluk hingga pundak kirinya, ia mencoba memberikan afirmasi jika semuanya akan baik-baik saja. Kemudian ia sedikit mengangkat wajah guna melihat jalan.
Saat Shinsuke dan Atsumu maju selangkah, dua sosok berkepala rubah muncul dari samping dan mencoba mendekat lengkap dengan suara erangan. Atsumu lagi-lagi hanya bisa berteriak.
“KUCING GARONG, KAK!! SINGKIRIN KAK KUCING GARONG!!” Teriak Atsumu sambil memejamkan mata.
Shinsuke terus berjalan sambil menyeret tubuh Atsumu yang kaku memeluknya seolah tidak mau melanjutkan langkah karena pasrah ketakutan.
Lagi-lagi, keduanya dikejutkan dengan sesuatu. Sebuah properti berbentuk *kasa-obake yang tiba-tiba turun dari samping kiri. Suara-suara aneh pun ikut muncul bersamaan kemudian. Atsumu sudah jelas berteriak seketika melihatnya. Shinsuke terus berjalan sambil tergopoh-gopoh dengan Atsumu bak bayi koala di badannya.
Setiap ada hal yang mengagetkan, Atsumu terus mengganti posisinya, mencari aman pada Kita. Bahkan tak segan ia menarik-narik lengan Kita, mengguncangkan, dan lain sebagainya. Yang dipikiran Atsumu saat ini hanyalah 'mencari aman'.
Atsumu pun terus mengikuti langkah Shinsuke sambil melingkarkan lengannya pada badan Shinsuke. Teriakannya pun masih tetap hadir selama perjalanan. Shinsuke berusaha abai dan terus melangkah maju.
Terus berjalan dengan berbagai hadangan makhluk-makhluk menyeramkan lengkap dengan suara-suara anehnya. Telinga Shinsuke benar-benar dibekakan dengan teriakan Atsumu yang sangat tidak estetik. Hingga akhirnya sampailah mereka pada ujung lorong.
Tidak ada lagi ruangan gelap, suara aneh, dan makhluk-makhluk menyeramkan—yang sejatinya adalah manusia bertopeng. Kini hanya ada rombongan club voli Inarizaki yang sedang memandang dua sejoli Atsumu dan Shinsuke. Pasalnya Atsumu nampak kacau dengan peluh dan terengah-engah, juga yang paling mengagetkan adalah, lengan Atsumu yang masih menggandeng tangan kanan sang kapten.
“Walah ternyata.” Aran bersuara sambil memberikan senyum penuh makna.
“Ternyata memang gini, senangnya bisa bergandengan tangan.” Akagi ikut bersuara sama seperti Aran.
Atsumu yang menjadi pusat perhatian pun memproses segala informasi yang ada. Napasnya masih terengah, wajahnya pucat pasi, dan isi kepalanya sedang tidak komprehensif. Ia hanya menatap sekitarnya dengan wajah bak orang ling-lung. Ia pun masih konstan dengan posisi menggandeng tangan Kita.
Kompak satu rombongan muda-muda anggota club voli Inarizaki langsung tertawa.
“Asik, tunggu tanggal mainnya aja sih.” Suna buka suara sambil merekam kejadian di depan matanya. Osamu hanya bisa tertawa di samping Suna.
“Ternyata yang semalem ga mau dateng. Elah, Tsum.” Giliran Ginjima ikut bersuara.
Atsumu mengedipkan tangan beberapa kali dan akhirnya tersadar. Ia langsung membulatkan mata dan melepas genggaman tangannya dengan tangan sang kapten. Seketika semua tertawa.
Lekas cepat-cepat ia memandang wajah oknum pemilik tangan yang sedari tadi is gandeng. Kita Shinsuke hanya memasang wajah datar andalannya sambil menghela napas kasar. Lagi-lagi, Atsumu menjadi sasaran empuk anggota VBC untuk dijahili.
Dan yang terpenting adalah, misi dan siasat emas Atsumu gagal total dan malah berbalik menjadi senjata makan tuan baginya. Kita Shinsuke memang pantas mendapat gelar 'Mr. Friggin Perfect', sungguh sempurna.
***
*Kasa-obake: Hantu atau yokai berbentuk payung tua dari folklore Jepang.