Sekali Lagi
Ketika malam telah tiba Aku menyadari kau takkan kembali -Di Ujung Jalan
Fajar perlahan menyingsing. Mentari bangun dari cakrawala untuk bertahta di langit. Sinarnya menyelimuti bumi, hingga seberkas cahaya menembus tirai. Dua kelopak yang membungkus elok manik coklat sewarna mahoni perlahan terbuka. Perlahan pula ia mengumpulkan nyawa yang tercecer saat terlelap.
Begitu kesadarannya terkumpul, sebuah senyum terulas di bibirnya. Dalam hati ia mengucap syukur, terbangun dengan disambut pahatan indah dari Sang Pencipta. Sosok pemuda manis dengan surai dwiwarna—hitam dan perak—yang masih tertidur dengan lelap. Bibirnya sedikit menganga membuatnya terkesan lucu. Miya Atsumu bangun dengan euforia yang membuncah di dadanya. Hatinya menghangat memandang Kita Shinsuke.
Tangannya perlahan meraih surai pemuda itu. Diusapnya perlahan dengan penuh afeksi dan devosi di setiap sentuhan. Detik kemudian pikirannya berkelana memutar memori semalam.
Ia ingat betul mereka berdansa pada pesta pernikahan Miya Osamu dan Suna Rintarō. Mereka berdua bukanlah raja dansa bagai flamboyan, tapi dengan riang mereka menggerakan tubuh mengikuti alunan musik. Dua insan ini larut dalam euforia semalam suntuk. Semalam suntuk pula alkohol membasahi kerongkongan mereka.
Alkohol yang tak henti ditenggak membuat keduanya mabuk. Kesadaran mereka sangat awang. Dengan tergesa dan terhuyung keduanya menuju kamar pada venue. Mereka gunakan kesadaran yang minim untuk bercinta. Hal itu mencetak memori liar di kepala pirang Miya Atsumu.
Atsumu terkekeh mengingatnya—bagaimana kekasihnya yang selalu tertata, menjadi kacau dengan toleransi alkohol yang rendah. Bagaimana ia meracau dengan kalimat frontal yang tak senonoh. Bagaimana ia merengek tidak mau berhenti saat di atas ranjang, hingga ia terlelap.
***
Kehidupan mereka memang manis, namun tak lantas mulus saja. Atsumu kerap kali pulang larut. Acap kali dirinya lupa untuk memberi tahu kekasihnya apa yang membuatnya tak pulang atau apa yang sedang ia kerjakan, dan lainnya. Atsumu sejatinya sangat buruk dalam komunikasi dan ini adalah hal yang dibenci Shinsuke, sangat. Atsumu lebih memilih untuk mengerjakannya daripada mengatakannya. Namun ide tersebut sejatinya salah kaprah. Apapun yang terjadi, Shinsuke ingin semua diluruskan dan diterangkan dengan komunikasi.
***
Semua yang tak tuntas akan menjadi bom waktu yang akan meledak kapanpun. Suatu malam saat jarum jam tepat sejajar di angka dua belas, sosok bersurai pirang muncul dari balik daun pintu. Ia nampak kacau dengan pakaian lusuh dan aroma alkohol serta nikotin menguar mulutnya. Shinsuke yang sedari tadi menunggu di ruang tamu benar-benar naik pitam. Langsung diambil alih olehnya kunci mobil di tangan Atsumu.
Shinsuke mengendarai mobil dengan terburu. Kepalanya yang biasanya penuh logika dingin kini berkabut oleh amarah. Lambat-laun, pikirannya memudar dan kosong. Ia terus memijak pedal gas yang membawa kendaraan beroda empatnya ini terus melaju melintasi rel kereta. Seakan seluruh inderanya tak berfungsi, ia tak sadar bahwa sebuah kereta tengah melaju. Jaraknya hanya terpaut lima meter. Shinsuke tak dapat menghindar.
***
Atsumu terlambat untuk menyesal. Setiap hari ia selalu berharap kekasihnya akan datang kembali. Ia berharap dapat merengkuh tubuh Shinsuke dalam peluk untuk sekali lagi. Ia selalu menunggu Shinsuke kembali dengan duduk di sofa ruang tamu. Dalam doa disebutnya selalu nama Kita Shinsuke untuk kembali seperti semula sekali lagi. Selalu, hingga rembulan bertahta di langit dan malam menyelimuti bumi dengan tabah, ia tersadar bahwa kekasihnya tak akan kembali.
-Selesai